Hukum Perdata Adalah : Pengertian, Sejarah, Jenis, Ruang Lingkup dan Contoh

Diposting pada

Pernahkah kalian mendengar atau membaca kalimat : “peraturan dibuat untuk memberikan keamanan?”. Peraturan dalam masyarakat luas dapat kita istilahkan dengan hukum.

Hukum Perdata Adalah Pengertian, Sejarah, Jenis, Ruang Lingkup dan Contoh
Hukum Perdata Adalah Pengertian, Sejarah, Jenis, Ruang Lingkup dan Contoh

Setiap negara tentunya mempunyai hukum yang harus ditaati oleh masyarakat, agar masyarakat dalam negara tersebut  tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain serta dapat bersosialisasi dengan baik.

Hukum yang  berlaku pada satu negara dengan negara lainnya tentu saja tidak dapat disamakan. Hal ini karena setiap negara mengenai kebijakannya masing-masing dalam bermasyarakat.

Indonesia memiliki 2 jenis hukum, yaitu hukum perdata dan hukum pidana. Pada artikel ini kita akan membahas mengenai hukum perdata. Tanpa basa-basi lagi, yuk kita simak artikelnya!

Pengertian Hukum Perdata

Apa itu Hukum Perdata? pengertian hukum perdata adalah ketentuan yang berfungsi untuk mengatur hak dan kewajiban individu dalam bermasyarakat.

Menurut Ronald G. Salawane, hukum perdata adalah serangkaian peraturan yang berfungsi untuk mengatur individu maupun lembaga hukum dengan individu atau dengan lembaga hukum lainnya yang berfokus pada kepentingan individu dan menerapkan sanksi yang sudah ditetapkan dalam UU Hukum Perdata jika terdapat pelanggaran.

Sementara itu, Soediman Kartohadiprodjo menjelaskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan antar individu satu dengan yang lain.

Melengkapi kedua penjelasan diatas, Sudikno Mertokusumo mendefinisikan hukum perdata sebagai hukum yang mengatur hak dan kewajiban antar individu, baik dalam hubungan masyarakat maupun keluarga.

Berdasarkan definisi hukum perdata yang dijabarkan oleh 3 tokoh ahli diatas, maka hukum perdata dapat disimpulkan sebagai serangkaian peraturan yang berfungsi untuk mengatur hak dan kewajiban antar individu, antar lembaga hukum, maupun individu dengan lembaga hukum, dan sebaliknya.

Dalam proses ini, jika ditemukan salah satu pihak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan dalam hukum perdata, maka akan dikenakan hukuman secara tegas.

Sejarah Hukum Perdata

Hukum yang berlaku di Indonesia, tentu saja tidak terlepas dari pengaruh hukum di Eropa, yaitu hukum perdata romawi yang merupakan hukum asli dari benua Eropa.

Hukum ini dinamakan ‘Corpus Juris Civilis’ hukum tersebut dianggap paling sempurna pada masa itu. Pada hukum ini terdapat hukum tertulis dan juga hukum tidak tertulis.

Di tahun 1804,  terbit hukum perdata yang dinamakan kode Napoleon dengan istilah code civil de francais.

Selanjutnya di tahun 1809 hingga tahun 1811, ketika Napoleon mempimpin Perancis untuk menjajah Belanda, pada saat itu juga Napoleon memberlakukan Kode Napoleon sebagai hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Belanda.

Kemudian, ketika Perancis dan Belanda bersatu, kedua hukum tersebut masih terus berlaku hingga kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1813.

Pada tahun 1814, Belanda membuat hukum perdata yang telah dilakukan kodifikasi oleh Kemper. Hukum tersebut disebut dengan Ontwerp Kemper.

Dalam proses penyelesaian hal tersebut, Kemper meninggal dunia pada tahun 1824 dan tugas tersebut dilanjutkan oleh Nicolai, seorang Ketua Pengadian Tinggi di Belanda.

Akhirnya, pada tahun 1830 hukum perdata tersebut telah selesai dilakukan kodifikasi dan diubah namanya menjadi Burgerlijik Wetboek (BW) atau dalam bahasa Indonesia : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda serta Wetboek van Koophandle (WvK) yang dalam bahasa Indonesia berarti : Kitab Undang-Undangan Hukum Dagang.

Semenjak tahun 1948, berdasarkan asas politik yang ada maka Indonesia memberlakukan kedua Undang-Undang tersebut. Hukum perdata BW dikenal sebagai KUHP dan hukum perdata WvK dikenal dengan KUH dagang.

Jenis-jenis Hukum Perdata          

Menurut Subekti, hukum perdata dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :

  • Hukum keluarga yang berfungsi dalam mengatur hubungan hukum yang timbul dari hubungan keluarga. Misalnya : hubungan antara anak dan orang tua, hubungan antara suami dengan istri, pernikahan, perceraian, perwalian, dll.
  • Hukum mengenai diri seseorang adalah peraturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban individu hal-hal serta hal-hal yang mempengaruhi hak dan kewajiban, seperti : kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, usia, tempat tinggal, dll.
  • Hukum kekayaan berfungsi untuk mengatur hubungan antara hukum dengan hal-hal yang berkaitan dengan uang atau dapat juga dikatakan peninggalan harta dari orang yang sudah meninggal dunia, seperti : perjanjian harta kekayaan, perjanjian gadai, perjanjian hak milik, dll.
  • Dan Hukum waris

Peraturan yang mengatur hak dan kewajiban mengenai kekayaan seseorang. Sifat dari hukum ini adalah pluralism.

Hukum waris menentukan siapa yang menjadi penerima kekayaan individu tersebut berdasarkan urutannya, mengatur bagian-bagian warisan kekayaan yang akan didapatkan oleh masing-masing pihak, dan menjelaskan mengenai apa yang dipesankan oleh individu yang meninggal serta apa saja yang menjadi batas-batas dari kekuasaan seseorang mengenai harta kekayaan yang ditinggalkan.

Berdasarkan fungsinya, hukum perdata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yang hanya memuat hukum secara tertulis, yaitu :

1. Hukum materiil

Hukum materiil adalah peraturan yang bersumber dari tempat asal hukum tersebut, miisalnya : hubungan sosial, keadaan geografis, penelitian ilmiah, perkembangan internasional.

2. Hukum formal

Sementara itu, hukum formal ada peraturan yang didapatkan dari kekuatan hukum, misalnya : cara pemberlakuan peraturan tersebut dalam lingkungan masyarakat.

Ruang Lingkup Hukum Perdata

Ruang lingkup hukum perdata dapat dibedakan menjadi dua kelompok, hukum perdata dalam arti luas dan hukum perdata dalam arti sempit.

1. Hukum perdata dalam arti luas

Peratuan yang meliputi hukum private materiil, yaitu : hukum pokok yang mengatur kepentingan individu, maupun hukum yang mengatur peraturan undang-undang (seperti : kepailitan, perniagaan, koperasi, dll).

Hukum perdata alam arti luas juga termaksud : UU Hak Cipta.

2. Hukum perdata dalam arti luas

Peraturan-peraturan yang tertulis dalam KUH Perdata. Terkadang, hukum perdata dalam arti sempit juga dapat diartikan sebagai lawan dari hukum dagang.

Baca Juga : Apa itu Hukum Dagang?

Perbedaan Hukum Perdata dengan Pidana

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, hukum dalam Indonesia terbagi menjadi : hukum perdata dan juga hukum pidana. Kedua kasus hukum tersebut merupakan dua hal yang berbeda dalam penanganan kasusnya.

Penyelesaian kasus hukum perdata dapat dikatakan lebih fleksibel jika dibandingkan dengan hukum pidana.

Hal tersebut karena, kasus hukum perdata dapat diselesaikan dengan adanya kesepakatan antara dua pihak yang terlibat.

Walaupun terdapat peraturan-peraturan dalam hukum yang jelas mengenai hak serta kewajiban individu, serta prosedur untuk menyelesaikan kasus hukum perdata.

Adanya kesepakatan yang tercapai antara dua pihak terlibat dapat menghentikan sengketa yang terjadi.

Berbeda dengan hukum pidana yang tidak dapat dihentikan walaupun telah mencapai kesepakatan antara pihak-pihak yang berkaitan. Proses penyelesaian dalam hukum pidana tetap harus dijalankan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Hal ini karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang berfungsi dalam mengatur hubungan antara individu atau badan hukum dengan negara maupun kepentingan umum.

Contoh Kasus Hukum Perdata

Kasus Pertama

Akhir tahun 2017, merupakan tahun terakhir Dimas menjadi seorang siswa SMA. Untuk itu, Dimas berbicara kepada teman-temannya, bahwa ia akan mengajak teman-temannya berlibur di villa mewah yang ada di Bali.

Namun pada saat akhir tahun tiba, Dimas tidak dapat memenuhi janjinya kepada teman-temannya. S

ementara itu, teman-temannya telah membeli sejumlah barang merk ternama yang rencananya akan digunakan ketika mereka sedang berlibur di Bali.

Teman-temannya merasa bahwa Dimas telah menipu mereka, sehingga mereka terpaksa harus mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang merk ternama sehingga terkesan bahwa liburan mereka adalah liburan yang mewah dan sempurna untuk di posting ke instagram.

Karena hal tersebut, teman-teman Dimas meminta Dimas untuk membayar ganti rugi ke mereka karena mereka terlanjur membeli barang-barang mewah untuk liburan mewah di Bali.

Teman-temannya mengancam akan menuntut Dimas sesuai dengan prosedur yang ada jika Dimas tidak dapat mengganti uang mereka.

Pertanyaan

Dapatkah teman-teman Dimas menggugat Dimas karena masalah tersebut dan Mengapa?

Jawaban

Teman-teman Dimas tidak dapat menggugat Dimas melalui jalur hukum karena masalah tersebut tidak memenuhi materiil gugatan dan juga tidak dapat dikaitkan dengan hukum.

Masalah tersebut tidak terdapat dalam kategori hukum perdata yang berlaku.

Tidak tepat jika dikatakan bahwa Dimas melanggar kewajibannya mengenai janji kepada teman-temannya untuk berlibur dan juga tidak dapat dikatakan bahwa Dimas telah merampas hak-hak dari temannya karena terlanjur membeli barang branded untuk liburan.

Teman-temannya membeli barang dengan merk ternama berdasarkan atas kemauan mereka sendiri, bukan karena paksaan dari Dimas.

Selain itu, adanya alasan gengsi lantaran Dimas telah menjanjikan liburan mewah di Bali juga mendasari bahwa teman-temannya membeli barang mewah untuk keperluan konten instagram atau agar mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekitar mereka.

Pada dasarnya, masalah yang ada di kasus pertama hanyalah masalah perselisihan biasa, sehingga masalah pada kasus pertama tidak memenuhi syarat materiil kasus hukum perdata.

Kasus Kedua

Jennifer yang berdomilisi di Kelurahan Demak meminjam uang sebesar Rp 100.000.000 kepada Yasmin yang berdomisili di Kelurahan Kendal. Jenifer meminjam sejumlah uang tersebut dengan alasan untuk membangun bisnis kue miliknya.

Karena meminjam uang dalam jumlah yang banyak, Jenifer memberikan jaminan tanah yang ada di Semarang dengan kesepakatan bahwa Jenifer akan mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu 1 tahun.

Seiring berjalannya waktu, Jenifer mengingkari adanya kesepakatan tersebut.

Karena sudah 1 tahun 6 bulan berlalu, Jenifer belum juga melunasi hutangnya dan terbilang sulit untuk diajak berkomunikasi.

Atas dasar tersebut, akhirnya Yasmin mengajukan tuntutan kepada Jenifer di Pengadilan Negeri Semarang.

Namun, Jenifer mengajukan eksepsi bahwa Pengadilan Negeri Semarang tidak dapat menindak lanjuti kasus tersebut.

Pertanyaan

Jika Anda adalah seorang Hakim, apakah kasus Jenifer masih tetap dapat Anda tangani? Jelaskan dasar hukumnya!

Jawaban

Eksepsi adalah bantahan yang menyangkut syarat-syarat dilakukannya gugatan. Dalam hal ini, eksepsi yang digunakan adalah eksepsi kewenangan absolut.

Eksepsi tersebut dapat diterima karena berdasarkan pasal 118 (1) HIR. Mengatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi : daerah tergugat tinggal atau daerah dimana tergugat berdiam (jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui).

Untuk itu, pada kasus ini Pengadilan Negeri Semarang tidak dapat menindaklanjuti kasus Jenifer. Karena yang dapat menindaklanjuti kasus adalah Pengadilan Negeri Demak.

Kasus Ketiga

Seorang pasien bernama Devi pergi berobat ke RS. Bola Dunia karena kondisi badannya yang berangsur-angsur tidak membaik. Devi memberikan keluhan bahwa dia mengalami sesak nafas dan demam.

Pada saat itu, pihak rumah sakit mendiagnosis bahwa Devi terkena demam berdarah bersamaan dengan keluarnya hasil lab milik Devi.

Namun, besoknya pihak rumah sakit melakukan revisi pada hasil diagnosis milik Devi. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa berdasarkan hasil lab yang telah dilakukan, maka Devi terkena covid-19.

Devi merasa bahwa pihak rumah sakit tidak jujur dan juga tidak konsisten dalam memberikan diagnosis.

Akhirnya, Devi membuat postingan di facebook miliknya mengenai apa yang dia alami di RS. Bola Dunia, hingga banyak komentar negatif mengenai rumah sakit tersebut terhadap apa yang Devi alami.

Akibatnya, Devi mendapatkan surat tuntutan dari rumah sakit kepada dirinya.

Pertanyaan

Apakah tindakan yang sudah dilakukan oleh Devi adalah benar untuk protes karena hasil diagnosis dari rumah sakit tidak konsisten? Berikan alasannya!

Jawaban

Tindakan yang dilakukan oleh Devi tidak membuat dirinya mendapatkan keadilan yang seharusnya dia dapatkan, kebenaran yang seharusnya dia dengar, atau permintaan maaf atas kurangnya konsistensi dalam memberikan diagnosis.

Namun, tindakan yang dilakukan oleh Devi malah menempatkan dirinya dalam posisi yang merugi. Devi dapat digugat karena Pasal 45 ayat 3 UU ITE Tahun 2016 dan Pasal 27 ayat 3.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *