Pengertian PHK : Alasan, Aturan Dan Jumlah Pesangon

Pada masa awal pandemi, gelombang besar PHK terjadi di mana – mana. Banyak perusahaan bahkan tutup akibat ekonomi yang terus merosot.

Pengertian PHK Alasan, Aturan Dan Jumlah Pesangon
Pengertian PHK Alasan, Aturan Dan Jumlah Pesangon

Kebijakan untuk tinggal di rumah membuat kuantitas produksi perusahaan juga menurun. Perusahaan yang tak memiliki cukup dana untuk membayar pekerja, terpaksa melakukan PHK agar perusahaan terselamtkan.

PHK menjadi jalan terbaik bagi perusahaan namun menjadi mimpi buruk bagi pekerja. PHK tak pandang bulu, bisa menimpa siapapun.

Meskipun tak diinginkan untuk terjadi, sebaiknya kita tahu apa itu PHK. Apa saja hal yang harus diketahui tentang PHK ? Berikut adalah beberapa pembahasan tentang PHK.

DAFTAR ISI

Pengertian PHK

Apa itu PHK? Menurut pasal 1 ayat 25 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pada saat PHK pekerja, harus ada alasan yang jelas . UU No. 13 Tahun 2003 pasal 151 ayat 1 jo. PP 35 Tahun 2021 pasal 37 ayat 1 telah mengatur bahwa berbagai pihak seperti pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.

Jika perusahaan atau pengusaha terpaksa melakukan PHK, maka perusahaan harus memberitahu pekerja atau serikat pekerja.

PHK juga tidak boleh dilakukan secara sepihak. Perlu dilakukan musyawarah antara pengusaha dengan pekerja agar menemukan titik terang.

Namun, jika musyawarah yang dilakukan tidak mencapai mufakat, maka jalur yang harus ditempuh adalah Pengadilan Hubungan Industrial.

Apabila perusahaan melakukan PHK secara sepihak, sesuai pasal 155 ayat 1 UU Ketenagakerjaan PHK batal demi hukum.

Selain itu, pengusaha juga wajib mempekerjakan kembali pekerja atau buruh serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya pekerja atau buruh terima.

Hal ini diatur dalam pasal 170 UU Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, apapun alasan yang mendasari terjadinya PHK, pekerja harus diajak duduk bersama dengan pengusaha untuk membahas PHK.

Baca Juga : Pengertian Ketenagakerjaan

Alasan PHK

Merujuk pada pernyataan Juanda Pangaribuan, seorang praktisi hukum ketenagakerjaan, yang dilansir oleh hukumonline.com setidaknya ada empat alasan terjadinya PHK.

1. PHK demi hukum

Jenis PHK ini dilakukan karena pekerja meninggal dunia, pensiun, atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT) berakhir.

2. PHK melanggar perjanjian kerja atau melanggar hukum

Pada PHK ini dilakukan karena pekerja telah melanggar aturan, melanggar perjanjian kerja, atau karena kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan aset perusahaan, atau melakukan penganiayaan kepada pekerja lain.

3. PHK sepihak

PHK ini dilakukan oleh perusahaan tanpa persetujuan dengan pekerja, tanpa melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Meskipun PHK sepihak sangat dihindari, masih banyak perusahaan yang melakukannya tanpa melihat dampak yang akan terjadi pada pekerjanya.

Akibatnya, banyak pekerja yang tak terima dengan keputusan tersebut. Salah satu contoh alasan perusahaan melakukan PHK sepihak yaitu karena pekerja tidak masuk kerja selama lima hari berturut – turut tanpa keterangan yang jelas.

Sayangnya, alasan PHK sepihak juga dilakukan terkadang tidak disampaikan kepada pekerja sehingga menimbulkan perselisihan antara perusahaan dan pekerja.

Selain itu, tak sedikit perusahaan yang melakukan PHK tanpa alasan yang jelas. Bagaimana pun, perusahaan seharusnya mengomunikasikan maksud dan tujuan perusahaan dalam melakukan PHK.

Salah satu contoh nyata dari PHK sepihak adalah menimpa kepada 75 buruh di suatu perusahaan di Tangerang setahun yang lalu. Padahal para buruh ini berstatus pekerja tetap dengan masa kerja hingga puluhan tahun.

Alih – alih dikarenakan pandemi, para buruh di-PHK tanpa dilakukan adanya musyawarah atau surat peringatan akan diadakan surat peringatan dari pihak manajemen perusahaan.

4. PHK dalam kondisi tertentu

PHK ini dilakukan baik perusahaan atau pekerja tidak memungkinkan untuk melakukan kewajibannya karena terkena kondisi tertentu.

Alasan dilakukannya PHK dalam kondisi tertentu terjadi karena beberapa hal, yaitu perusahaan pailit sehingga tak bisa lagi membayar pekerja, perusahaan tutup karena keadaan yang memaksa, atau perusahaan yang selama dua tahun berturut – turut mengalami kerugian.

Salah satu contoh PHK yang bisa kita ambil adalah imbas dari penutupan permanen gerai Giant di seluruh Indonesia.

Dilansir pada kompas.com, Presiden Direktur PT Hero Supermarket Tbk, Patrik Lindvall mengatakan alasan gerai Giant ditutup permanen karena perusahaan akan berfokus ke pengembangan bisnis yang lain.

Selain ingin mengembangkan bisnis di bidang lain, persaingan bisnis yang ketat dan dampak pandemi yang berkepanjangan menjadi alasan ditutupnya gerai Giant di seluruh Indonesia.

Apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, ritel konvensional bersaing dengan toko online yang menjamur. Kemudahan yang ditawarkan oleh toko online dengan berbelanja tanpa perlu keluar rumah membuat ritel konvensional semakin tergerus.

Pada penutupan gerai Giant ini, setidaknya ada 7000 pekerja yang terkena PHK. Walaupun PT Hero Supermarket Tbk mengalami kerugian senilai Rp 551 miliar dalam kurun waktu satu tahun, pekerja dipastikan akan mendapatkan pesangon yang besarannya lebih dari ketentuan UU Cipta Kerja.

Sebelum dilakukannya PHK kepada 7000 pekerja, Giant melakukan mengomunikasikan kepada pekerja mengajak pekerja untuk berdialog mengenai PHK yang akan dilakukan.

Aturan PHK

Dalam pelaksanaannya, PHK diatur oleh Peraturan Pemerintah dan Undang – Undang yang berlaku. Berikut adalah aturan yang mengatur pelaksanaan PHK.

  1. Bab XII UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
  2. UU No. 13 Tahun 2003 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  3. PP No. 35 Tahun 2021 tentang PWKT, waktu kerja dan istirahat, alih daya, serta PHK

Adapun penerapan aturan PHK pada keempat alasan yang sebelumnya telah disebutkan adalah sebagai berikut.

1. Pekerja meninggal dunia

Untuk pekerja yang meninggal dunia pada masa kerja baktinya, perusahaan wajib memberikan sejumlah uang sebanyak dua kali pesangon, uang pengganti hak, dan uang satu kali penghargaan.

2. Pensiun

Pekerja yang pensiun dihitung sejak pertama ia bekerja. Penetapan usia pekerja yang memasuki masa pensiun tergantung perusahaan. Mulai dari usia 55 tahun hingga 70 tahun (untuk dosen guru besar).

Pekerja yang memasuki masa pensiun berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 1,75 kali ketentuan pasal 40 ayat 2, satu kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak.

3. PWKT

PWKT disebabkan beberapa hal, yakni masa kerja telah habis atau pun selesainya suatu proyek pekerjaan.

4. Pekerja yang melakukan pelanggaran

Pengusaha atau pimpinan perusahaan seharusnya memberikan surat peringatan secara bertahap kepada pekerja tergantung pada pelanggaran yang telah dilakukan.

Pemberian surat peringatan kepada pekerja dimaksudkan agar pekerja jera untuk melanggar. Surat peringatan pertama diberikan ketika pekerja terbukti melakukan pelanggaran pertama kali.

Surat peringatan ini berlaku selama enam bulan. Apabila dalam kurun waktu enam bulan pekerja kembali melanggar, pengusaha atau pimpinan perusahaan memberikan surat peringatan kedua dengan kurun waktu enam bulan.

Namun, jika pekerja masih melanggar aturan, mau tidak mau perusahaan akan mengeluarkan surat peringatan ketiga dengan masa berlaku enam bulan.

Perusahaan dapat langsung memberikan pekerja surat peringatan pertama dan terakhir (SPPT) apabila pekerja melakukan pelanggaran berat atau mendesak.

Hal ini diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021 pasal 52 ayat 2. Adapun hak yang harus diterima oleh pekerja adalah uang penggantian hak dan uang pisah.

5. Pekerja yang mangkir dalam lima hari berturut – turut

Perusahaan biasanya memanggil pekerja yang mangkir dari kerjanya dalam kurun waktu tiga hari dengan pemanggilan dua kali.

Pekerja seharusnya memberikan keterangan tertulis yang sah mengenai alasannya tidak masuk kerja dan diberikan kepada pimpinan perusahaan. Apabila dalam lima hari tak ada kabar dari pekerja, maka pekerja tersebut dianggap mengundurkan diri.

6. Pekerja sakit yang berkepanjangan

PHK juga bisa dilakukan perusahaan karena kondisi pekerja. Contohnya adalah pekerja mengalami sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja sehingga tidak bisa bekerja dalam kurun waktu 12 bulan.

Hal ini mengacu pada pasal 55 ayat 1 PP No. 35 Tahun 2021. Pekerja pun dapat mengajukan pengunduran diri akibat sakit yang dideritanya sehingga tidak bisa bekerja. Pengajuan PHK oleh pekerja diatur dalam pasal 55 ayat 2 PP No. 35 Tahun 2021.

7. Pekerja yang mengundurkan diri

Pengunduran diri yang dilakukan secara sukarela berbeda dengan PHK. Pengunduran diri yang dilakukan secara sukarela tidak bisa mendapatkan pesangon.

Sementara pekerja yang di-PHK wajib diberi pesangon. Tapi, bukan artinya pekerja yang mengundurkan diri sama sekali tak mendapatkan uang.

Pekerja yang mengundurkan diri tetap mendapat uang tapi tak sebanyak pekerja yang di-PHK. Mereka hanya mendapatkan uang penggantian hak sebagai apresiasi kinerja pekerja selama ini.

Aturan yang mengatur pemberian uang penggantian hak diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 162 ayat 1.

Jumlah Pesangon PHK

Pemerintah telah mengatur mengenai PHK dalam PP No. 35 Tahun 2021, termasuk dengan jumlah pesangon yang harus didapatkan oleh pekerja. Adapun pasal yang mengatur pesangon adalah pasal 40 ayat 2 PP No. 35 Tahun 2021.

Berikut adalah penjelasan mengenai pesangon yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerja korban PHK.

  1. Pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun, berhak menerima jumlah pesangon sebanyak 1 bulan upah
  2. Pekerja yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun menerima pesangon sebanyak 2 bulan upah
  3. Bagi pekerja yang memiliki masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, berhak menerima pesangon sebanyak 3 bulan upah
  4. Pekerja yang memiliki masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kuran dari 4 tahun, maka ia berhak mendapatkan pesangon sebanyak 4 bulan upah
  5. Sementara pekerja yang memiliki masa kerja 4 tahun atau lebih namun kurang dari 5 tahun, maka ia berhak mendapatkan pesangon sebanyak 5 bulan upah
  6. Pekerja yang memiliki masa pekerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, berhak menerima pesangon sebanyak 6 bulan upah
  7. Untuk pekerja yang memiliki masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, maka berhak mendapat pesangon sebanyak 7 bulan upah
  8. Pekerja yang masa kerjanya 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, berhak menerima upah sejumlah 8 bulan upah
  9. Pekerja yang masa kerjanya 8 tahun atau lebih berhak mendapat pesangon sebesar 9 bulan upah

Selain pemberian pesangon secara penuh, perusahaan juga dapat memberikan pesangon setengahnya.

Meskipun begitu, menurut Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi, yang dilansir oleh kompas.com mengatakan bahwa besaran pesangon yang dibayar setengahnya itu harus dilihat dari alasan terjadinya PHK.

Alasan perusahaan membayar pesangon setengahnya karena perusahaan pailit, perusahaan tutup, perusahaan mengalami kerugian, atau pekerja yang melakukan pelanggaran.

Namun, pekerja korban PHK masih tetap mendapatkan tambahan berupa uang penghargaan sebanyak satu kali dari ketentuan.

Pemberian uang penghargaan diatur dalam pasal 40 ayat 3 PP No. 35 Tahun 2021. Berikut adalah besaran uang penghargaan yang harus dibayarkan oleh perusahaan.

  1. Untuk masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, maka pekerja mendapatkan 2 bulan upah
  2. Pekerja yang memiliki masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah
  3. Pekerja yang memiliki masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, maka ia menerima 4 bulan upah
  4. Pekerja yang memiliki masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, maka pekerja mendapatkan 5 bulan upah
  5. Pekerja yang memiliki masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, maka pekerja berhak menerima 6 bulan upah
  6. Pekerja yang memiliki 18 tahun masa kerja atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, maka pekerja berhak menerima 7 bulan upah
  7. Sementara itu, pekerja yang memiliki 21 tahun masa kerja atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, maka berhak mendapat 8 bulan upah
  8. Pekerja yang memiliki masa kerja 24 tahun atau lebih berhak mendapat 9 bulan upah

Sementara itu, uang penggantian hak dan uang pisah dibayarkan kepada pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela dengan mengacu kepada perjanjian kerja, peraturan peusahaan atau peraturan kesepakatan bersama.

Berdasarkan pasa 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan, uang penggantian hak yang harus dibayarkan apabila :

  1. Cuti tahunan yang belum digunakan
  2. Biaya ongkos pulang untuk pekerja atau buruh dan keluarganya ke tempat pekerja ia diterima kerja
  3. Penggantian uang pengobatan atau perumahan yang berasal dari 15 % dari uang pesangon dan/atau dari uang penghargaan
  4. Hal – hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

Beralih dari uang penggantian hak, kita bahas uang pisah. Uang pisah adalah salah satu hak yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja korban PHK.

Uang pisah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021.

Penerima uang pisah adalah pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela, pengusaha tidak terbukti melakukan hal kriminal kepada pekerja, pekerja yang berturut – turut masuk kerja selama lima hari tanpa keterangan yang jelas, pekerja yang melakukan pelanggaran hukum, dan pekerja yang divonis bersalah dan dipidana dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.

Adapun besaran upah pisah yang diberikan oleh perusahaan adalah sebagai berikut.

  1. Jika masa kerja pekerja kurang dari 3 tahun, maka mendapat uang pisah sebesar 1 bulan gaji pokok
  2. Jika masa kerja lebih dari 3 tahun atau kurang dari 10 tahun, uang pisah yang diterima 2 bulan gaji pokok
  3. Jika masa kerja pekerja 10 tahun atau kurang dari 15 tahun, maka uang pisah yang diterima adalah 3 bulan gaji pokok
  4. Jika masa kerja pekerja 15 tahun atau lebih, maka uang pisah yang diterima sebesar 5 bulan gaji pokok

Beberapa perusahaan tidak mengatur secara pasti besaran uang pisah yang diberikan kepada pekerja korban PHK. Meskipun begitu, pekerja korban PHK masih tetap mendapatkan uang pisah.

Uang pisah akan ditetapkan oleh Mahkamah Agung apabila perusahaan tak menetapkan besaran uang pisah. Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung No. 587 K/Pdt.Sus/2008. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan mengatur skema pemberian uang pisah untuk pekerja yang di-PHK.

Itulah pembahasan mengenai PHK. Memahami tentang PHK itu penting agar kita apabila kita terkena PHK, kita dapat mengetahui hak yang harus didapatkan.

Tinggalkan komentar