Sistem Parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kekuasaan eksekutif terletak pada badan legislatif, yang umumnya disebut parlemen.
Dalam sistem ini, kepala negara biasanya diwakili oleh seorang kepala pemerintahan yang dipilih oleh atau dari anggota parlemen.
Sistem Parlementer mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan sistem pemerintahan lainnya, seperti Sistem Presidensial.
Pengertian Sistem Parlementer Menurut Para Ahli
Pengertian Sistem Parlementer menurut para ahli dapat dilihat dari sudut pandang berbagai pakar politik dan ahli konstitusi.
Berikut ini adalah penjelasan secara rinci mengenai pengertian Sistem Parlementer menurut beberapa ahli:
1. Maurice Duverger
Menurut Duverger, sistem parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peran yang dominan dalam proses pembentukan dan pengawasan pemerintahan.
Dalam sistem ini, kepala pemerintahan yang merupakan anggota parlemen dipilih oleh anggota parlemen itu sendiri. Parlemen juga memiliki otoritas dalam proses pengambilan keputusan penting di negara.
2. Robert Dahl
Dahl mengartikan sistem parlementer sebagai sistem pemerintahan di mana eksekutif dan legislatif tidak terpisah secara tegas.
Dia menekankan pentingnya ketergantungan antara eksekutif dan legislatif dalam sistem ini, di mana kestabilan pemerintahan bergantung pada dukungan mayoritas di parlemen.
Menurutnya, sistem parlementer memungkinkan responsifitas yang lebih cepat terhadap kepentingan publik karena eksekutif harus secara terus-menerus mempertahankan kepercayaan parlemen.
3. Carl Friedrich
Friedrich melihat Sistem Parlementer sebagai sistem di mana kepala negara atau kepala pemerintahan bertanggung jawab secara politik kepada parlemen.
Dalam sistem ini, kepala pemerintahan harus mempertahankan kepercayaan mayoritas di parlemen.
Jika kepala pemerintahan kehilangan dukungan mayoritas, maka pemerintahan dapat jatuh atau terjadi pergantian kepemimpinan.
4. Bernard Crick
Menurut Crick, Sistem Parlementer adalah sistem di mana pemerintahan dikepalai oleh seorang perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Ia menyoroti pentingnya akuntabilitas politik di dalam sistem parlementer, di mana anggota parlemen dapat mengawasi dan membatasi kekuasaan eksekutif melalui pertanyaan, debat, dan mekanisme kontrol lainnya.
Secara umum, para ahli sepakat bahwa Sistem Parlementer adalah sistem di mana parlemen memiliki peran yang kuat dalam proses pemerintahan,
di mana eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, dan di mana stabilitas pemerintahan tergantung pada dukungan mayoritas di parlemen.
Dalam sistem ini, parlemen memiliki peran penting dalam pengawasan dan pengendalian kekuasaan eksekutif.
Baca Juga : Parlemen: Pengertian, Sejarah, Fungsi, Struktur dan Tantangan
Sejarah Perkembangan Sistem Parlementer
Sejarah perkembangan Sistem Parlementer sangatlah panjang dan kompleks, karena berawal dari sejarah politik dan konstitusional di berbagai negara.
Sistem Parlementer yang kita kenal saat ini memiliki akar yang dapat ditelusuri kembali ke sejarah politik Inggris pada abad ke-17.
Seiring waktu, sistem ini berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Eropa dan dunia. Berikut adalah sejarah perkembangan Sistem Parlementer:
1. Awal Mula di Inggris (abad ke-17)
Sejarah Sistem Parlementer dimulai dari perjuangan antara raja-raja Inggris dengan parlemen pada abad ke-17.
Pada tahun 1215, Raja John menandatangani Magna Carta, yang membentuk dasar bagi pembatasan kekuasaan raja oleh baron dan gereja.
Pada abad ke-17, konflik antara Raja Charles I dan Parlemen Inggris mengarah pada Perang Saudara Inggris (1642-1651).
Hasil dari perang ini adalah kemenangan bagi parlemen dan eksekusi Raja Charles I pada tahun 1649. Hal ini menandai titik awal bagi dominasi parlemen dalam pemerintahan Inggris.
2. Glorious Revolution (1688)
Revolusi Glorious tahun 1688 di Inggris melihat penyingkiran Raja James II dan pengangkatan William III dan Mary II.
Sebagai bagian dari Perjanjian Hak (Bill of Rights) tahun 1689, parlemen Inggris menetapkan hak-hak yang lebih jelas dan membatasi kekuasaan raja.
Perjanjian Hak ini menjadi dasar bagi pembentukan Sistem Parlementer modern di Inggris.
3. Pengaruh di Eropa dan Dunia
Setelah terbentuknya Sistem Parlementer di Inggris, konsep ini mulai menyebar ke berbagai negara di Eropa dan dunia.
Sistem Parlementer diadopsi oleh negara-negara Eropa seperti Prancis, Jerman, Italia, dan negara-negara Skandinavia pada abad ke-19 dan ke-20.
Kolonialisme juga memainkan peran penting dalam penyebaran Sistem Parlementer ke negara-negara seperti Australia, Kanada, dan negara-negara di Asia dan Afrika.
4. Eksperimen Demokrasi di Abad ke-20
Abad ke-20 menyaksikan perkembangan lebih lanjut dari Sistem Parlementer di berbagai negara.
Setelah Perang Dunia II, banyak negara yang memperkuat institusi parlemen mereka dan mengadopsi prinsip-prinsip demokrasi parlementer.
Beberapa negara seperti Jepang, Jerman, dan Italia mengadopsi sistem ini sebagai bagian dari restrukturisasi pascaperang mereka.
5. Perubahan dan Adaptasi Kontemporer
Pada abad ke-21, Sistem Parlementer terus beradaptasi dengan perubahan sosial, politik, dan ekonomi.
Beberapa negara menghadapi tantangan dalam mempertahankan sistem parlementer yang efektif, terutama karena meningkatnya populisme, polarisasi politik, dan ketegangan antarlembaga.
Meskipun sejarah perkembangan Sistem Parlementer beragam di berbagai negara, prinsip dasarnya tetap sama, yaitu kekuasaan eksekutif yang bertanggung jawab kepada legislatif,
parlemen yang memiliki peran penting dalam pembentukan undang-undang dan pengawasan pemerintah, serta perlindungan hak-hak sipil dan politik.
Sejarah sistem ini terus berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat dan tuntutan politik di berbagai belahan dunia.
Ciri Sistem Parlementer
Sistem Parlementer memiliki beberapa ciri yang membedakannya dari sistem pemerintahan lainnya, seperti Sistem Presidensial atau Sistem Semi-Presidensial. Berikut beberapa ciri utama Sistem Parlementer:
1. Ketergantungan Eksekutif pada Legislatif
Ciri yang paling menonjol dari Sistem Parlementer adalah ketergantungan eksekutif pada legislatif.
Dalam sistem ini, kepala pemerintahan atau perdana menteri dipilih dari anggota parlemen dan bertanggung jawab kepada parlemen. Eksekutif harus mempertahankan kepercayaan mayoritas di parlemen agar tetap berkuasa.
Jika kepercayaan tersebut hilang, pemerintahan dapat jatuh, dan mungkin terjadi pemilihan umum atau pembentukan pemerintahan baru.
2. Kehadiran Badan Kabinet
Sistem Parlementer seringkali melibatkan keberadaan badan kabinet, yang dipimpin oleh perdana menteri atau kepala pemerintahan.
Kabinet terdiri dari menteri-menteri yang bertanggung jawab atas berbagai departemen atau portofolio pemerintahan.
Kabinet bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan pemerintah dan memastikan implementasi program-program pemerintah.
3. Akuntabilitas dan Pertanggungjawaban
Sistem Parlementer menekankan pada akuntabilitas dan pertanggungjawaban pemerintah kepada parlemen.
Perdana menteri dan kabinetnya harus secara rutin menghadapi pertanyaan dan kritik dari anggota parlemen, yang bertindak sebagai wakil rakyat.
Parlemen memiliki wewenang untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, serta dapat memaksa pemerintah untuk memberikan pertanggungjawaban jika terjadi kegagalan atau penyimpangan.
4. Fleksibilitas dan Responsifitas
Sistem Parlementer cenderung lebih responsif terhadap perubahan dalam opini publik dan keadaan politik.
Karena eksekutif tergantung pada dukungan mayoritas di parlemen, kebijakan pemerintah dapat dengan cepat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Fleksibilitas ini memungkinkan pemerintah untuk merespon isu-isu mendesak tanpa mengalami hambatan yang sering terjadi dalam sistem pemerintahan lain yang lebih cenderung statis.
5. Tidak Ada Pemisahan Kekuasaan yang Tegas
Berbeda dengan Sistem Presidensial yang menegaskan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, Sistem Parlementer cenderung memiliki hubungan yang lebih terintegrasi antara kedua cabang pemerintahan ini.
Sebagai contoh, perdana menteri sebagai kepala pemerintahan juga merupakan anggota parlemen, sehingga batasan antara legislatif dan eksekutif menjadi kurang jelas.
Dengan memahami ciri-ciri tersebut, kita dapat menilai bagaimana Sistem Parlementer bekerja dan bagaimana dinamika antara parlemen dan eksekutif berlangsung dalam praktiknya.
Meskipun memiliki kelebihan dalam fleksibilitas dan akuntabilitas, Sistem Parlementer juga dapat mengalami tantangan terkait stabilitas pemerintahan jika dukungan mayoritas di parlemen tidak dapat dipertahankan.
Kelebihan Sistem Parlementer
Sistem Parlementer menawarkan beberapa kelebihan yang membedakannya dari sistem pemerintahan lainnya, seperti Sistem Presidensial atau Semi-Presidensial. Berikut beberapa kelebihan utama dari Sistem Parlementer:
1. Stabilitas Pemerintahan
Salah satu kelebihan utama Sistem Parlementer adalah kemampuannya untuk memastikan stabilitas pemerintahan.
Karena eksekutif bergantung pada dukungan mayoritas di parlemen, kestabilan pemerintahan terjaga selama mayoritas tersebut tetap terjaga.
Jika partai mayoritas tidak puas dengan kinerja pemerintah, mereka dapat mengganti pemerintah tanpa perlu mengubah struktur politik secara drastis.
Proses pergantian kepemimpinan yang relatif lebih mudah dalam Sistem Parlementer meminimalkan ketidakstabilan politik.
2. Responsif terhadap Perubahan Opini Publik
Sistem Parlementer memungkinkan respons yang lebih cepat terhadap perubahan opini publik dan keadaan politik.
Karena eksekutif bertanggung jawab langsung kepada parlemen, mereka cenderung lebih peka terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah dapat dengan cepat menanggapi isu-isu penting yang muncul, serta melakukan penyesuaian kebijakan sesuai dengan perubahan dalam preferensi publik.
3. Fleksibilitas dalam Pembentukan Kebijakan
Sistem Parlementer memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembentukan kebijakan daripada sistem pemerintahan lainnya.
Karena parlemen memiliki kontrol yang kuat terhadap eksekutif, pembentukan kebijakan bisa menjadi proses yang lebih kolaboratif.
Diskusi dan debat yang terjadi di dalam parlemen memungkinkan kebijakan yang lebih komprehensif dan lebih mewakili berbagai sudut pandang masyarakat.
4. Akuntabilitas dan Transparansi yang Lebih Tinggi
Sistem Parlementer mendorong tingkat akuntabilitas yang tinggi dari pemerintah.
Karena eksekutif harus secara teratur menghadapi pertanyaan dan kritik dari anggota parlemen, transparansi dalam proses pengambilan keputusan menjadi lebih terjamin.
Debat dan pertanyaan yang terbuka di hadapan publik memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakannya.
5. Penghindaran Konflik yang Berlebihan
Sistem Parlementer cenderung menghindari konflik antara eksekutif dan legislatif yang sering terjadi dalam Sistem Presidensial.
Karena kedua cabang pemerintahan terkait erat satu sama lain, kesepakatan politik cenderung lebih mudah dicapai.
Hal ini mencegah terjadinya konflik yang dapat menghambat proses pembuatan keputusan dan implementasi kebijakan yang efektif.
Dengan memahami kelebihan-kelebihan ini, kita dapat menghargai nilai Sistem Parlementer sebagai kerangka kerja pemerintahan yang mampu menangani perubahan sosial dan politik dengan efektif.
Meskipun demikian, Sistem Parlementer juga memiliki kelemahan dan tantangan, yang perlu diatasi untuk menjaga kinerja dan integritasnya.
Kekurangan Sistem Parlementer
Sistem Parlementer, meskipun memiliki sejumlah kelebihan, juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan. Berikut beberapa kekurangan utama dari Sistem Parlementer:
1. Ketidakstabilan Pemerintahan
Salah satu kekurangan yang paling sering dikaitkan dengan Sistem Parlementer adalah potensi terjadinya ketidakstabilan pemerintahan.
Karena eksekutif tergantung pada dukungan mayoritas di parlemen, pergantian mayoritas dalam parlemen dapat memicu perubahan kepemimpinan yang seringkali mendadak.
Pemilihan ulang atau pembentukan koalisi baru dapat mengganggu stabilitas politik dan administrasi, yang dapat menghambat pembangunan jangka panjang.
2. Dominasi Partai Politik
Sistem Parlementer seringkali menyebabkan dominasi partai politik yang kuat, yang dapat mengurangi pluralitas politik dan meredam suara-suara minoritas.
Partai mayoritas memiliki kekuatan yang besar dalam mengontrol parlemen dan pemerintahan, yang dapat membatasi kemampuan oposisi untuk mengemukakan pandangan mereka secara efektif.
Hal ini dapat mengakibatkan polarisasi politik yang meningkat dan pembentukan kebijakan yang tidak mengakomodasi kepentingan semua golongan masyarakat.
3. Tidak Ada Pemisahan Kekuasaan yang Jelas
Kekurangan lainnya terkait dengan kurangnya pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif dan legislatif dalam Sistem Parlementer.
Kepala pemerintahan yang merupakan anggota parlemen, sering kali memiliki kontrol yang besar atas proses pembuatan keputusan di dalam parlemen.
Hal ini dapat mengurangi kemampuan parlemen untuk secara independen mengawasi dan mengendalikan kekuasaan eksekutif.
4. Tergantung pada Kepemimpinan yang Efektif
Efektivitas Sistem Parlementer sangat bergantung pada kemampuan pemimpin politik yang efektif untuk mengelola koalisi dan mempertahankan dukungan parlemen.
Jika pemimpin tidak mampu mempertahankan dukungan mayoritas, maka pemerintahan dapat menghadapi ketidakstabilan dan perubahan kepemimpinan yang berulang-ulang.
5. Keterbatasan Keterwakilan
Sistem Parlementer mungkin memiliki keterbatasan dalam keterwakilan politik, terutama untuk kelompok minoritas.
Dalam beberapa kasus, partai-partai minoritas mungkin kesulitan untuk mendapatkan perwakilan yang signifikan di parlemen, terutama jika sistem pemilihan tidak dirancang dengan baik.
Hal ini dapat mengakibatkan perwakilan yang tidak proporsional dari berbagai segmen masyarakat, serta penurunan kualitas representasi politik secara keseluruhan.
Dengan memahami kekurangan-kekurangan ini, kita dapat mengidentifikasi area di mana Sistem Parlementer perlu ditingkatkan atau disempurnakan.
Meskipun memiliki kekurangan, Sistem Parlementer tetap menjadi salah satu model pemerintahan yang paling umum dan populer di dunia, karena fleksibilitasnya dalam menangani perubahan politik dan sosial.
Perbedaan Sistem Parlementer dan Presidensial
Sistem Parlementer dan Sistem Presidensial adalah dua sistem pemerintahan yang berbeda secara signifikan dalam cara mereka mengorganisir kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Berikut perbedaan utama antara Sistem Parlementer dan Sistem Presidensial:
1. Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif
Sistem Parlementer: Dalam Sistem Parlementer, hubungan antara eksekutif dan legislatif sangat erat.
Kepala pemerintahan biasanya merupakan anggota parlemen atau dipilih dari anggota parlemen dan bertanggung jawab kepada parlemen. Pemerintah dapat jatuh jika kehilangan dukungan mayoritas di parlemen.
Sistem Presidensial: Dalam Sistem Presidensial, eksekutif terpisah secara tegas dari legislatif.
Presiden, yang merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, dipilih secara terpisah dan tidak bertanggung jawab langsung kepada badan legislatif.
Pemisahan ini memungkinkan adanya konflik antara eksekutif dan legislatif yang lebih sering terjadi.
2. Proses Pemilihan dan Pengunduran Diri
Sistem Parlementer: Dalam Sistem Parlementer, pemerintah dapat mundur atau dipecat melalui mosi tidak percaya di parlemen.
Pemilihan umum dapat diadakan lebih awal jika terjadi ketidakstabilan politik atau perubahan signifikan dalam opini publik.
Sistem Presidensial: Dalam Sistem Presidensial, presiden biasanya memiliki masa jabatan yang telah ditetapkan dan tidak dapat dipecat melalui mosi tidak percaya.
Pemilihan presiden dan legislatif biasanya dilakukan secara terpisah, dan proses pengunduran diri presiden lebih terbatas dan biasanya tidak bergantung pada dukungan parlemen.
3. Fleksibilitas dan Stabilitas
Sistem Parlementer: Sistem Parlementer cenderung lebih fleksibel dan responsif terhadap perubahan dalam opini publik dan politik.
Namun, karena ketergantungannya pada dukungan mayoritas di parlemen, stabilitas pemerintahan dapat terganggu jika mayoritas berubah atau terjadi ketidakstabilan politik.
Sistem Presidensial: Sistem Presidensial cenderung lebih stabil secara institusional karena pemisahan yang jelas antara eksekutif dan legislatif.
Namun, ketidakcocokan antara presiden dan parlemen dapat mengakibatkan konflik yang sulit diatasi dan hambatan dalam pembentukan kebijakan.
4. Kontrol Legislatif terhadap Eksekutif
Sistem Parlementer: Parlemen memiliki kontrol yang lebih langsung terhadap eksekutif dalam Sistem Parlementer.
Kabinet dan perdana menteri secara teratur menghadapi pertanyaan dan debat di parlemen, yang memungkinkan kontrol yang lebih ketat terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
Sistem Presidensial: Dalam Sistem Presidensial, kontrol legislatif terhadap eksekutif cenderung lebih lemah.
Presiden memiliki otoritas yang lebih besar dan kurang tergantung pada dukungan parlemen, yang membuatnya lebih sulit untuk mengontrol kebijakan presiden.
5. Kebebasan Individu dan Perlindungan Hak
Sistem Parlementer: Beberapa ahli berpendapat bahwa Sistem Parlementer lebih mampu menjaga kebebasan individu dan
perlindungan hak karena sistem ini cenderung memberikan kontrol yang lebih langsung kepada parlemen, yang mewakili beragam kepentingan politik.
Sistem Presidensial: Sistem Presidensial cenderung menekankan kebebasan individu dan perlindungan hak melalui pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang pemerintahan.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah konsolidasi kekuasaan yang berlebihan di satu lembaga pemerintahan.
Karakteristik Sistem Parlementer
Sistem Parlementer memiliki karakteristik yang menggambarkan bagaimana pemerintahan beroperasi dan berinteraksi dengan lembaga-lembaga politik lainnya. Berikut karakteristik utama Sistem Parlementer:
1. Ketergantungan Eksekutif pada Legislatif
Salah satu ciri khas utama Sistem Parlementer adalah ketergantungan eksekutif pada dukungan mayoritas di parlemen.
Kepala pemerintahan atau perdana menteri dipilih dari anggota parlemen dan bertanggung jawab kepada parlemen.
Jika kepercayaan mayoritas di parlemen hilang, pemerintahan dapat jatuh, dan mungkin terjadi pergantian kepemimpinan.
2. Badan Kabinet
Sistem Parlementer melibatkan keberadaan badan kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Kabinet terdiri dari menteri-menteri yang bertanggung jawab atas berbagai departemen atau portofolio pemerintahan.
Kabinet bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan pemerintah dan memastikan implementasi program-program pemerintah.
3. Akuntabilitas dan Pertanggungjawaban
Karakteristik lain dari Sistem Parlementer adalah pentingnya akuntabilitas politik. Parlemen memainkan peran penting dalam mengawasi kinerja pemerintah.
Perdana menteri dan kabinetnya harus secara teratur menghadapi pertanyaan dan kritik dari anggota parlemen, yang bertindak sebagai wakil rakyat.
Hal ini memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakannya.
4. Responsif terhadap Opini Publik
Sistem Parlementer cenderung lebih responsif terhadap perubahan dalam opini publik.
Karena pemerintahan bergantung pada dukungan mayoritas di parlemen, mereka cenderung lebih peka terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah dapat dengan cepat menanggapi isu-isu penting yang muncul, serta melakukan penyesuaian kebijakan sesuai dengan perubahan dalam preferensi publik.
5. Pemilihan dan Pergantian Kepemimpinan yang Cepat
Salah satu karakteristik menonjol dari Sistem Parlementer adalah kemampuannya untuk melakukan pemilihan dan pergantian kepemimpinan dengan cepat.
Dalam situasi di mana mayoritas di parlemen berubah atau terjadi kegagalan pemerintahan, pemilihan umum atau pergantian kepemimpinan dapat dilakukan lebih efisien dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya.
6. Debat dan Diskusi dalam Parlemen
Sistem Parlementer menonjolkan peran parlemen sebagai forum utama bagi debat dan diskusi tentang kebijakan publik.
Diskusi yang terbuka dan transparan di parlemen memungkinkan berbagai pandangan politik untuk diungkapkan, yang menghasilkan keputusan yang lebih inklusif dan mewakili berbagai kepentingan masyarakat.
7. Kekuatan Oposisi yang Signifikan
Sistem Parlementer memungkinkan kekuatan oposisi yang signifikan di dalam parlemen. Oposisi memiliki peran penting dalam memantau dan mengkritik kebijakan pemerintah.
Mereka dapat mengajukan pertanyaan, memperdebatkan masalah-masalah penting, dan menawarkan alternatif kebijakan, yang membantu menjaga keseimbangan kekuasaan di dalam sistem politik.
Dengan memahami karakteristik-karakteristik ini, kita dapat mengapresiasi dinamika dan kompleksitas.
Sistem Parlementer dalam konteks hubungan antara eksekutif dan legislatif, akuntabilitas politik, serta pengambilan keputusan yang responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Kesimpulan
Sistem Parlementer adalah kerangka kerja pemerintahan yang didasarkan pada hubungan erat antara eksekutif dan legislatif,
di mana eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat dipecat jika kehilangan dukungan mayoritas.
Meskipun memiliki beberapa kelebihan, seperti responsifitas terhadap perubahan opini publik, fleksibilitas dalam pembentukan kebijakan, dan akuntabilitas yang tinggi,
Sistem Parlementer juga memiliki beberapa kelemahan, seperti potensi ketidakstabilan politik, dominasi partai politik yang kuat, dan keterbatasan dalam keterwakilan politik.
Perkenalkan nama saya Rita Elfianis, Seorang tenaga pengajar di Universitas Islam Negeri Suska RIAU. Semoga artikel yang dibuat bermanfaat