MPR Adalah : Pengertian, Sejarah, Tugas, dan Wewenang

Diposting pada

Pengertian MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)

Apa itu MPR? Pengertian MPR adalah lembaga negara yang berperan sebagai salah satu pelaksana kedaulatan rakyat.

MPR Adalah Pengertian, Sejarah, Tugas, dan Wewenang
MPR Adalah Pengertian, Sejarah, Tugas, dan Wewenang

Dahulu MPR disebut juga sebagai lembaga tertinggi negara, namun saat ini MPR menjadi lembaga Negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.

Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan yang ditetapkan menurut UU. Namun, saat ini anggota MPR merupakan para wakil rakyat yang terdiri atas anggota DPR dan DPD dari pemilihan umum dan diresmikan oleh keputsan presiden.

Masa jabatan MPR berlangsung selama 5 tahun dan berakhir bersamaan dengan anggota MPR baru mengucapkan sumpah dalam sidang paripurna MPR.

Anggota MPR RI periode 2019-2024 resmi dilantik pada hari Selasa 1 Oktober 2019, terdiri atas 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI. Alat Kelengkapan MPR terdiri atas Pimpinan MPR dan Panitia Ad Hoc.

Baca Juga : DPD : Pengertian, Sejarah, Tugas dan Wewenang

Sejarah MPR

Kemerdekaan bangsa Indonesia di tahun 1945 menjadi babak baru dalam menjalankan roda kehidupan bangsa. Penyusunan pemerintahan, politik, dan administrasi negara sudah mulai dilakukan.

Ideologi Pancasila yang digagas oleh Panitia Sembila menjadi landasan berpijak dan pedoman hidup bangsa. UUD tahun 1945 pra amandemen pun ditetapkan keesokan harinya setelah seruan kemerdekaan (tanggal 18 Agustus 1945).

Dalam UUD 1945 pra-amandemen, diatur tentang lembaga-lembaga negara, mulai dari lembaga tertinggi hingga lembaga tinggi.

Penyelenggaraan Negara juga dibangun secara demokrasi sebagaimana perwujudan sila kempat Pancasila. Pada sila keempat disebut istilah “badan permusyawaratan” yang merujuk pada asas kekeluargaan dan musyawarah.

“Badan Permusyawaratan” yang disampaikan oleh Soepomo merupakan cikal bakal istilah “Majelis Permusyawaratan Rakyat” tercetus. Tujuan awal dibentuk majelis ini sebagai perwakilan seluruh rakyat dalam penyelenggaraan Negara.

1. Masa Orde Lama (1945 – 1965) dan Orde Baru (1965 – 1999)

Pada awal masa orde Lama, situasi negara masih dalam kondisi genting sehingga pembentukan MPR belum bisa dilakukan.

Akhirnya, dibentuklah Komite Nasional melalui sidang PPKI 1 tanggal 18 Agustus 1945, di mana dalam sidang ini dicetuskan bahwa seluruh kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional.

Selanjutnya, terjadi perubahan mendasar sejak diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X, di mana KNIP mulai diserahkan kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di sinilah cikal bakal MPR mulai terbentuk.

Pada masa berlakunya Konstitusi RIS (1949 – 1950) dan UUDS (1950 – 1959),  susunan ketatanegaraan Indonesia tidak terdapat lembaga MPR, melainkan diganti anggota Konstituante.

Tugas utama Konstituante adalah menetapkan Undang-Undang Dasar, tetapi pelaksanaannya justru bertumpu pada jalan buntu.

Kegagalan Konstituante membuat pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi ditentang oleh anggota Konstituante. Hal ini mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berbunyi:

  • Pembubaran Konstituante,
  • Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,
  • Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Presiden juga mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pembentukan MPRS sesuai dengan Dekrit Presiden 5 JUli 1959 dengan rincian sebagai berikut:

  • MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
  • Jumlah Anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.
  • Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra Tingkat I dan Golongan Karya.
  • Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
  • MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.

Jumlah anggota MPRS pada saat itu berjumlah 616 orang, terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.

Kondisi MPRS terjepit ketika terjadi peristiwa G-30S/PKI tanggal 30 September 1965. Anggota MPRS dituduh sebagai dalang unsur PKI.

Untuk menghindari hal tersebut, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1966 yang menyatakan bahwa akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dipilih oleh rakyat pengganti MPRS.

Untuk sementara waktu, MPRS tetap menjalankan tugas dan wewenangnya tetapi sesuai dengan UUD 1945.

2. Masa Reformasi (1999 – sekarang)

Masa reformasi membawa banyak perubahan, terutama dalam lingkup konstitusi. Semulanya MPR ditetapkan sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi setelah reformasi MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi, melainkan lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya.

Reformasi juga mendorong terjadinya penataan ulang kedudukan, fungsi, dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Baca Juga : Pengertian Kedaulatan Rakyat

Pada pasal 1 ayat (2) berbunyi: Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Setelah perubahaan UUD (amandemen), pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan oleh MPR. Pasal tersebut diubah menjadi: Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Sebelum amandemen UUD 1945, MPR memiliki kewenangan besar yang dapat mengatasi semua lembaga negara, termasuk presiden.

Namun, perubahan pada era reformasi mengubah sistem ketatanegaraan tersebut karena dianggap menyimpang dan menempatkan Undang-Undang Dasar pada posisi tertinggi.

Tugas dan Wewenang MPR

Dalam pasal 3 UUD 1945 diatur tentang tugas dan wewenang MPR. Sesuai dengan kedudukannya sebagai lembaga legislatif, maka tugas umum MPR adalah menjaga serta mengawasi lembaga negara yang bersifat eksekutif.

Untuk lebih lengkapnya, berikut penjabaran mengenai tugas dan wewenang MPR RI:

1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

Sejak sebelum amandemen UUD 1945, maupun setelah amandement, MPR memiliki tugas dan wewenang tersendiri dalam penyusunan Undang-Undang Dasar RI.

MPR memiliki wewenang dalam hal mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Pengajuan usulan pengubahan pasal dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan alasan jelas pengubahan pasal tersebut. Pengajuan usulan pengubahan UUD 1945 disampaikan kepada pimpinan MPR.

Selanjutnya, pimpinan MPR akan memeriksa kelengkapan persyaratan baik itu jumlah pengusul, pasal yang diusulkan, serta alasan pengajuan pengubahan pasal.

Pemeriksa dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR dan selama masa pemeriksaan pimpinan MPR akan mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi serta pimpinan kelompok anggota MPR terkait kelengkapan persyaratan tersebut.

Pimpinan MPR akan memberitahu secara tertulis apabila terjadi penolakan usul kepada pihak pengusul beserta alasannya.

Akan tetapi, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari apabila kelengkapan persyaratan terpenuhi. Salinan usulan pengubahan yang sudah memenuhi syarat wajib diserahkan ke anggota MPR paling lambat 14 hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna.

Penentuan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar 1945 ini dilakukan di sidang paripurna MPR, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% dari jumlah anggota ditambah 1 anggota.

Dan dari semua isi UUD 1945, MPR tidak dapat mengusulkan perubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maupun bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden Hasil Pemilu

Sebelum reformasi, MPR memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak.

Akan tetapi, kewenangan tersebut sudah dihapuskan sejak era reformasi bergulir dalam Sidang Paripurna MPR ke-7 tahun 2001. Saat ini, MPR bertugas melantik Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih rakyat melalui pemilu.

3. Memutuskan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum.

Adapun pelanggaran hukum yang dimaksud antara lain: penghianatan kepada Negara, korupsi, suap, tindak pidana berat, maupun perbuatan tercela lainnya yang termasuk pelanggaran dalam syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Kemudian usul tersebut diproses oleh MPR untuk memutuskan diberhentikan atau tidak dalam masa jabatannya sesuai dengan Undang-Undang Dasar1945.

MPR akan menyelenggarakan sidang paripurna terkait usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak usul tersebut diterima MPR.

Sidang paripurna harus dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir.

4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden

Wewenang ini berlaku apabila terjadi kekosongan jabatan presiden. Dalam hal ini presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama masa jabatannya sehingga ia harus digantikan oleh Wakil Presiden sampai akhir jabatannya.

MPR akan segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden.

Apabila MPR tidak dapat mengadakan rapat paripurna, maka Presiden bersumpah menurut agama dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.

Namun, jika DPR tidak dapat mengadakan rapat paripurna, maka Presiden bersumpah menurut agama dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

5. Memilih Wakil Presiden

Wewenang ini berlaku apabila terjadi kekosongan wakil presiden sehingga MPR dapat memilih wakil presiden melalui sidang paripurna yang diadakan paling lambat 60 hari. MPR dapat memilih wakil presiden dari 2 calon yang diusulkan oleh Presiden.

6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Wewenang ini dapat dilakukan apabila presiden dan wakilnya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan tugas selama masa jabatannya secara bersamaan.

Untuk itu, MPR harus mengadakan sidang paripurna paling lambat 30 hari untuk memilih Presiden dan wakilnya dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai dengan suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya.

Selama kekosongan jabatan presiden maupun wakil presiden, maka pelaksanaan tugas kepresidenan sementara adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, maka pelaksana tugas kepresidenan sementara adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Hak dan Kewajiban Anggota

Hak Anggota MPR antara lain:

  • Mengajukan usul pengubahan pasal UUD 1945
  • Menentukan sikap dalam mengambil keputusan
  • Memilih dan dipilih
  • Membela diri
  • Hak Imunitas
  • Hak Protokoler
  • Keuangan dan administrative

Kewajiban Anggota MPR antara lain:

  • Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
  • Melaksanakan UUD 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan
  • Memelihara kerukunan nasional dan mempertahankan NKRI
  • Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan
  • Berperan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *